Masruq bin Al-Ajda’ Al-Hamdani
Al-Wadi’i Abu Aisyah Al-Kufi. Dialah Masruq bin Al-Ajda’ bin Malik bin Umayyah
bin Abdullah bin Murri bin Salman ( Salaman) bin Muammar bin Al-Harits bin
Sa’ad bin Abdullah bin Wadi’ah.
Mengenai kelahiran beliau tak ada
penulis biografinya yang menulis tanggal dan tempat kelahirannya. Hanya saja
mereka memberi keterangan bahwa dia meninggal pada tahun 62 atau 63 Hijriyah.
Al-Mizzi berkata, “Masruq
meriwayatkan dari beberapa orang yang diantaranya; Ubay bin Ka’ab, Khabab bin
Al-Art, Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Umar bin Al-Khathab, Abdullah bin Amr bin
Al-Ash, Abdullah bin Mas’ud, Ubaid bin Umair Al-Laitsi, Usman bin Affan, Ali
bin Abi Thalib, Umar bin Al-Khathab, Muadz bin Jabal, Ma’qil bin Sinan
Al-Asyja’I, Al-Mughirah bin Syu’bah, Abu Bakar Ash-Shiddiq, Subai’ah
Al-Aslamiyah, sayyidah Aisyah istri Rasulullah dan ibunya Ummu Ruman, dan Ummu
Salamah istri Rasulullah.”
Al-Mizzi berkata: “Ada beberapa
orang meriwatkan hadist dari Masruq diantaranya; Ibrahim An-Nakha’I, Anas bin
Sirin, Ayyub bin Hani’, Jabal bin Rufaidah, Abu Wail Syaqiq bin Salamah, ‘Amir
Asy-Sya’bi, Abdullah bin Murrah Al-Kharaqi, Abdurrahman bin Abdullah bin
Mas’ud, Ubaid bin Nadhlah, Amarah bin Umair, Al-Qasim bin Al-Muntasyir bin
Al-Ajda’, Muhammad bin An-Nasyr Al-Hamdani, Abu Adh-Dhuha Salam bin Shabih,
Makhul bin Asy-Syami, Yahya bin Al-Jazzar, Yahya bin Watstsab, Abu Al-Ahwash
Al-Jusyami, Abu Ishaq As-Suba’I, Abu Asy-Sya’ta Al-Muharibi dan istrinya Umair
binti Amr.”
Asy-Sya’bi berkata, “Ketika
Ubaidillah bin Ziyad dating ke Kuffah, dia bertanya, “Siapakah orang yang
terbaik di antara kalian?” mereka menjawab, “Masruq.”
Yahya bin Mu’in berkata, “Masruq
adalah orang yang dapat dipercaya dan tidak ada orang yang menyamainya. Utsman
bin Said bertanya kepadaYahya tentang Masruq dan kepada Urwah mengenai sayyidah
Aisyah, maka dia tidak ragu lagi.”
Ibnu Sa’ad berkata, “Dia adalah tsiqah
(orang yang dapat dipercaya perkataan dan berita yang dibawanya) dan dia banyak
mempunyai hadits yang layak diriwayatkan.”
Abu Nu’aim berkata, “Diantara para
teman Abdullah bin Mas’ud, terdapat seseorang yang sangat takut dan sangat
cinta kepada Tuhannya dan selalu ingat akan banyaknya dosa yang telah
dilakukannya. Dia sangat dihormati keilmuannya, dapat dipercaya dan selalu
ingin bertemu kepada Tuhannya dengan memperbanyak ibadah; dialah Abu Aisyah
bernama Masruq.”
Dari Ibrahim bin Muhammad bin
Al-Muntasyir, dia berkata, “Masruq memasang penutup antara dia dengan anggota
keluarganya ketika shalat agar khusuk dalam shalatnya, meninggalkan mereka dan
dunia mereka.”
Anas bin Sirrin dari istri Masruq,
dia berkata, “Masruq banyak melakukan shalat hingga kedua kakinya membengkak.
Seringkali aku duduk di belakangnya sambil menangis karena tidak tega melihat
apa yang dilakukannya.”
Dari Al-A’masy bin Abi Adh-Dhuha,
dia berkata, “Masruq banyak bangun malam dan melakukan shalat layaknya seorang
rahib. Dia pernah berkata keluarganya, “Sebutkanlah semua kebutuhan kalian
kepadaku sebelum aku melakukan shalat (agar tidak terganggu dalam shalatnya).”
Diriwayatkan dari Muslim, dari
Masruq, ia berkata, “Cukuplah seseorang tahu maksud dari rasa takut kepada
Allah. Dan seseorang akan menjadi bodoh, jika dia merasa bangga dengan apa yang
telah diperbuatannya.”
Masruq berkata, “Hendaknya seseorang mempunyai
tempat yang sunyi, sehingga dapat digunakannya untuk merenungi diri, merenungi
dosa-dosanya dan meminta ampunan kepada Allah.”
Dari Abu Adh-Dhuha, dia berkata,
“Pernah Masruq memberikan suatu pertolongan kepada seseorang, kemudian datang
seorang wanita memberikan hadiah kepadanya, sehingga Masruq sangat marah dan
berkata, “Kalaulah aku tahu bahwa sifat seperti itu terdapat dalam dirimu,
niscaya aku tidak mau berbicara denganmu untuk selamanya, selama hal itu masih
ada dalam dirimu. Aku pernah mendengar Abdullah bin Mas’ud berkata,
“Barangsiapa memberikan suatu
pertolongan kepada seseorang untuk dapat mengembalikan haknya atau
menghindarkannya dari suatu kezhaliman yang menimpanya, kemudian dia menerima
hadiah dari orang itu, maka perbuatan itu adalah suatu kebinasaan.”
Mendengar itu, orang-orang di
sekitarnya berkata, “Kami tidak menganggap kebinasaan kecuali jika bertujuan
menyuap.” Masruq menimpali, “Jika berniat menyuap, maka itu adalah suatu
kekufuran.”
Dari Asy-Sya’bi, dia berkata, “Pernah
Masruq berkata, “Sesungguhnya ketika aku memutuskan perkara dalam suatu
pengadilan yang sesuai dengan kebenaran atau aku mendapatkan kebenaran (dalam
berijtihad) adalah lebih aku cintai daripada berjuang (perang) selama satu
tahun di jalan Allah.”
Dari Ibrahim bin Muhammad bin
Al-Muntasyir dari Masruq, dia berkata, “Tidaklah ada yang lebih baik bagi
seseorang mukmin dari kuburan yang dapat dijadikannya tempat beristirahat dari
kebisingan dunia dan di dalamnya dia aman dari siksa Allah.”
Dari Syafiq, dia berkata, “Masruq
pernah dirantai selama dua tahun. Selama itu dia habiskan untuk melakukan shalat
dua rakaat-dua rakaat dengan maksud mendapatkan pahala sunnah Rasulullah.”
Dari Al-A’masy dari Syafiq, dia
berkata, “Aku pernah berkata kepada Masruq, “Apa yang menyebabkanmu
diperlakukan seperti ini?” Dia menjawab, “Ada tiga sebab yang menyebabkanku
seperti ini, yaitu: Ziyad, Syuraih dan setan hingga akhirnya mereka
menjadikanku seperti ini.”
Dari Abu Wail, dia berkata,
“Bahwasanya ketika menjelang kematiannya, Masruq berkata, “Ya Allah, aku tidak
ingin meninggal dengan tidak mengikuti petunjuk Rasulullah, tidak pula Abu
Bakar dan Umar bin Khathab Radhiyallahu Anhum. Demi Allah, aku tidak
meninggalkan sesuatu pun kepada seseorang kecuali sesuatu yang melekat pada
pedangku ini, maka masukkanlah ia dalam kafanku ini nanti.”
Sufyan bin Uyainah berkata, Masruq
meninggal dunia pada tahun 63 Hijriyah. Dia adalah seorang perawi yang dapat
dipercaya dan mempunyai banyak hadits shahih.”
Abu Nu’aim berkata, “Masruq meninggal
dunia pada tahun 62 Hijriyah.”
Yahya bin Bakir dan Ibnu Sa’ad
berkata, “Dia meninggal pada tahun 63 Hijriyah.”