KATA PENGANTAR
Segala puja
dan syukur hanya milik Allah semata, tidak sekutu bagi-Nya Robb semesta alam, yang
telah memberikan banyak nikmat kepada hamba-Nya, diantaranya nikmat akal
pikiran, nikmat kesehatan dan berbagai kenikmatan lain yang tidak terhitung
lagi jumlahnya.
Shalawat serta
salam senantiasa tercurahkan kepada tauladan kita nabi Muhammad Shalawallohu’Alaihi
wa Salam yang telah menuntun dan mengajarkan kepada umatnya suatu risalah
yang suci.
Dengan
kehendak Allah Subhanallahu wa Ta’ala,
penulis diberi kesempatan untuk menulis makalah ini, dengan judul "Fuqoha’
Makkah dan Madinah dan Pengaruhnya Terhadap Perkembagan Fiqih abad 1-2" untuk
memenuhi tugas akademik dan agar penulis memahami materi ini dengan baik. Saran
yang membangun dan kritikan atas kesalahan-kesalahan yang terdapat pada makalah
ini sangat dibutuhkan, karna penulis sadari banyaknya kekurangan pada makalah
ini.
Penulis
Hurin’In Himmatul Husnayain
BAB I
PENDAHULUAN
Ilmu Allah Subhanallahu
wa Ta’ala tidak akan pernah habis untuk kita kita perdalam dan pahami. Tidak mampu bagi manusia biasa untuk memahami
ilmu Allah Subhanallahu wa Ta’ala tanpa adanya sang guru yang mulia, salah
satunya nabi Muhammad Shallawahu’Alahi wa Salam. Dengan diutusnya nabi
Muhammad Shallawahu’Alahi wa Salam kepada umat manusia ini sebagai
penjelas, pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan agar tidak ada
kesalahpahaman dalam memahami ilmu Allah Subhanallahu wa Ta’ala.
Salah satu
ilmu-Nya yaitu ilmu fiqih, ilmu fiqih merupakan salah satu ilmu yang sangat penting
kedudukannya dalam kehidupan umat islam. Secara estensial, fiqih sudah ada
sejak awal mula munculnya islam, tetapi secara disiplin ilmu,
fiqih belum ada saat itu. Karna semua permasalahan agama saat itu
langsung ditanyakan kepada nabi Muhammad Shallawahu’Alahi wa Salam,
sehingga terjawab setiap permasalahan yang terjadi. Lalu, kepada siapa kaum
muslimin merujuk segala permasalahan?
Seiring berjalannya
waktu permasalan fiqih semakin berkembang, sehingga timbullah permasalahan baru
yang dibutuhkannya ijtihad. Adanya ijtihad agar manusia tidak menyeleweng dari
hukum islam yang telah ditentukan. Para mujtahid bisa menggambil sumber ijtihad
dari al Qur’an, hadist, ijma’ dan qiyas.
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian
Fiqih
Fiqih secara
bahasa:
Menurut ahli
ushul, fiqih adalah pemahaman (الفهم).
Fiqih secara
istilah:
Menurut ahli
ushul, fiqih adalah ilmu yang membahas tentang hukum-hukum syar’i yang
berkaitan dengan amaliyah yang diambil dengan dalil-dalil secara
terperinci.[1]
Sejarah
Perkembangan Fiqih
Hakekatnya
permasalahan fiqih sudah tumbuh dan berkembang sejak di zaman nabi Muhammad Shallawallu’Alaihi
wa Salam dan terjawab pula permasalahan yang dialami oleh para sahabat dan
orang-orang yang hidup semasanya. Nabi Muhammad Shallawahu’Alahi Wasalam
dalam berijtihad atau berhukum jika benar atau salah selalu dikuatkan oleh
wahyu yang disampaikan kepada beliau, Al-Qur’anul Karim juga membenarkan atas
hal ini[2],
Allah berfirman :[3]
....وما اتكم الرسول فخدوه وما نهكم عنه فا
نتهوا...
“ ...Apa yanng diberikan Rosul kepadamu maka terimalah. Dan apa
yang dilarang bagimu maka tinggalkanlah...”
Ayat ini
menjelaskan bahwa Sesuatu yang beliau perintah maka harus dikerjakan, dan apa yang dilarangnya maka
tinggalkanlah. Karena beliau hanyalah kepada kebaikan dan melarang keburukan.[4]
Ketika nabi Muhammad Shallawahu’Alahi wa Salam
wafat tidak ada lagi sumber yang dijadikan tempat untuk menjawab
permasalahan mereka. Sehingga masa
setelah wafatnya nabi Muhammad Shallawahu’Alahi wa Salam muncullah
permasalahan-permasalahan yang baru dan dimulai adanya perkembangan fiqih pada
masa itu. Maka terjadi ijtihad pada masa sahabat, tabi’in, tabi’ut tabi’in dan
terjadi hingga sekarang.
Dalam
berijtihad para sahabat berbeda-beda pendapat sesuai pemahaman mereka dalam
memahami nash atau lafadz yang disampaikan oleh Rosululloh Shallawahu’Alahi
Wasalam. Perbedaan tersebut menjadikan para sahabat menetapkan cara berijtihad
yang benar bagi orang-orang setelah mereka. Selain itu maksud perbedaannya
adalah mencapai ridho Allah Subhanallahu wa Ta’ala dan lebih
mengutamakan pada kebenaran, tidak ada unsur untuk menghalangi perjalanan
Islam.
Ijtihad para
sahabat memiliki peran penting dalam memperkaya ilmu fiqih dan perbedaan arah
pandang mereka dalam memahami nash, sehingga memperluas pemahaman orang-orang
setelah mereka.
Keadaan Bangsa
Arab Sebelum Islam
Pada abad 6 Masehi,
dunia dikuasai oleh dua kekuatan yang terletak di Jazirah Arab. Salah satunya Persia
yang menguasai daerah timur laut dan Romawi yang menguasai daerah utara dan
barat. Kedua negara ini mempunyai beradaban masing-masing dalam pegetahuan dan
peraturan.
Kebanyakan dari bangsa arab adalah pengembara
yang tinggal di padang pasir, masyarakat mereka terikat dengan kesukuan,
kebudayaan yang berasal dari nenek moyang mereka. Pemimpin mereka adalah kabilah-kabilah yang merelai
permasalahan mereka. Pembesar kabilah memiliki wewenang untuk memerintah dan
melarang anggota kabilah.
Sebagian bangsa arab ada yang tinggal di
Yasrib, Makkah dan Thaif. Mereka bercocok tanam dan mereka mengenal produksi
barang. Disinilah mereka mulai mengenal muamalah dan hubungan perdagangan.
Pasar mereka yang cukup besar menjadikan majunya peradaban mereka, karna banyak
kabilah yang datang ke pasar-pasar mereka.[5]
Sebelum islam
datang, bangsa arab telah menganut berbagai macam agama, adat istiadat, akhlak
dan berbagai macam aspek kehidupan yang lain. Ketika Islam datang, agama ini
membawa pembaharuan dalam segala aspek kehidupan, tentunya ada banyak
perselisihan yang terjadi pada masa itu.
Seiring
berjalannya waktu dengan berbagai rintangan yang dialami nabi Muhammad Shallawahu’Alahi
Wasalam, akhirnya berbuah manis. Sedikit demi sedikit jumlah kaum muslimin
bertambah banyak dan menyebar diberbagai penjuru dunia hingga saat ini. Begitu
juga dengan tersebarnya syari’at Islam dipenjuru dunia.
Fiqih Dan
Ijtihad Pada Masa Rosululloh Shallawohu’Alaihi wa Salam
Pada masa ini
kekusaan pemberian hukum berada di tangan Rosululloh Shallawahu’Alahi wa Salam.
Semua permasalahan yang terjadi dapat ditangani dan terjawab oleh Rosululloh Shallawahu’Alahi
wa Salam. Hukum-hukum yang telah ditetapkan wajib diikuti oleh kaum
muslimin. Rosululloh Shallawohu’Alahi wa Salam dalam menentukan hukum
tentunya bersumber pada Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Pada masa
ini terjadi kepututasan hukum yang
bersifat ijtihad dari kalangan sahabat, lalu ijtihad mereka dirujuk kepada nabi
Muhammad Shallawahu’Alaihi wa Salam untuk diperiksa kesohihannya.
Fiqih Dan
Ijtihad Pada Masa Shahabat
Sahabat adalah
orang-orang yang paling dekat dengan Rosululloh Shallawahu’Alaihi wa Salam.
Kebanyakan dari mereka dalam kehidupan sehari-hari berinteraksi langung dengan
beliau. Selain itu para sahabat berguru langsung dengan sang penyampai risalah
(Al-Qur’an), jadi tidak diragukan lagi akan kecerdasan dan kebenaran yang
disampaikan para sahabat.
Setelah
wafatnya Rosululloh Shallawahu’Alaihi wa Salam, terdapat juga ijtihad dikalangan
para sahabat. Tentu saja ijtihad mereka bersumber pada Al-Qur’an maupun As
Sunnah, akan tetapi jika para sahabat tidak mendapatkan dikeduanya, maka mereka
berijtihad menggunakan logika diantara mereka sebagai penerapan sunnah.
Fiqih Dan
Ijtihad Pada Masa Tabi’in
Para sahabat
memiliki banyak murid yang memperoleh pendidikan dari mereka, diantarannya para
tabi’in. Kemudian para tabi’in menggumpulkan kekayaan yang ditinggalkan oleh
para sahabat, yakni periwayatan dan ijtihad dalam fiqih. Fuqoha’ sab’ah
dan para tabi’in yang lainnya berijtihad terkait dengan perkara yang tidak ada
ijtihadnya dari para sahabat dan ijtihad mereka itu tidak keluar dari manhaj
para sahabat.
Sebagian para
tabi’in ada yang memberikan fatwa dengan pendapatnnya apabila tidak menemukan nash maupun fatwa sahabat.
Sebagian yang lain dari para tabi’in juga ada yang hanya sedikit saja dalam
pemberian fatwa, karena dia ingin menjauhkan dirinya dari fatwa-fatwa.
Kaum muslimin
pada saat itu terbagi menjadi beberapa kelompok. Sehingga munculnya
periwayatan-periwatan palsu yang disandarkan dari Rosululloh Shallawahu’Alaihi
wa Salam, banyaknya fitnah, munculnya kelompok Syi’ah, Khawarij dan yang
lainnya. Sehingga bermunculan pendapat-pendapat yang berdasarkan logika,
kemudian Umar bin Abdul Aziz membukukan sunnah sebagai sarana untuk menjaga
dari serangan-serangan jahat.[6]
Berdasarkan
permasalahan ini, ilmu fiqih dibagi menjadi dua bagian:
1)
Fase Madinah /
Madrosah Ahli Hadist
Madrosah ahli
hadist muncul di kota Madinah, negeri Hijaz. Kota ini dimuliakan oleh Allah Subhanallahu
wa Ta’ala karna penduduk Madinah menerima ajaran yang dibawa oleh
Rosululloh dengan keimanan mereka. Menjadikan mereka mengetahui ajaran islam
secara detail dan mengetahui sunnah-sunnah Rosululloh Shallawahu’Alaihi wa Salam.
Pada masa
pemerintahan Umar bin Khattab, beliau tidak mengizinkan para sahabat untuk
keluar dari Madinah agar orang-orang setelah mereka yakni tabi’in dapat
menggambil ilmu dari mereka dan agar tumbuh himmatul ‘aliyah bagi
penuntut ilmu, sehingga bagi penuntut ilmu berusaha untuk mendatangi kota
Madinah. Sedangkan di masa Ustman baru diperbolehkan untuk keluar dari kota
Madinah, bertujuan agar ilmu mereka bisa tersebar ke beberpa negara.
Asal mula lahirnya
madrasah ini pada masa tabi’in karna para pembesar sahabat lebih memilih
tinggal di Madinah, diantarannya Zaid bin Stabit, Abdulloh bin Umar bin
Khattab, ‘Aisyah binti Abu Bakar. Mereka lebih mengedepankan sunnah daripada ro’yu
(akal). Para pembesar sahabat ini juga memiliki murid-murid yang terkenal,
diantaranya Sa’id bin Al Musayyab, Urwah bin Az Zubair, Abu Salamah bin
Abdurrohman bin ‘Auf, Ibnu Syihab Az-Zuhri, Nafi’ ( Budak Ibnu Umar ), Salim
bin Abdulloh bin Umar, Al-Qosim bin Muhammad bin Abu Bakar Ash-Shidiq, Khorijah
bin zaid bin Stabit, Abu Bakar bin Abdurrohman bin Haris bin Hisyam, Sulaiman
bin Yasar dan Abdulloh bin Abdulloh bin ‘Utaibah bin Mas’ud dan selainnya.[7]
Penulis
paparkan beberapa biografi dari ahlu Madinah:
Sa’id bin Al Musayyab (13-93 H /
674-713 M )[8]
Nama beliau
adalah Sa’id bin Al Musayyab bin Hazan bin Abi Wahab Al Makhzuumi AL Qurasyi.
Beliau merupakan seorang tabi’in besar yang hidup sezaman dengan sahabat nabi,
Umar bin Khattab, Ustman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abu Hurairah, Aisyah
dan Ummu Salamah. Termasuk ulama ahli hadist dan fiqih yang memiliki sifat
zuhud dan wara’. Beliau banyak meriwatkan hadist dari Abu Hurairah,
sehingga Abu Hurairah menikahkan Sa’id dengan putrinnya
Urwah bin Az Zubair (22-93 H / 643-
712 M)[9]
Nama beliau
adalah ‘Urwah bin Az Zubair bin Al ‘Awam Al Qurasyi Al Aswadi. Beliau termasuk
katagori tabi’in yang masuk dari fuqoha’ sab’ah Madinah yang
terkenal dengan keilmuan, kezuhudan dan ketakwaannya. Beliau meriwayatkan
hadist dari Ali bin Abi Thalib, Aisyah, Jabir, Hasan, Husein, dan lainnya.[10]
Beliau juga
termasuk sahabat yang hafidz dan faqih. Ia menghafal hadist dari
ayahnya (Zubair bin Awam ). Selain itu beliau juga ahli ibadah, hingga akhir
wafatnya beliau meninggal dalam keadaan berpuasa di desa Far’, dekat kota
Madinah, tahun 94 H.[11]
Al Qosim bin Muhammad bin Abu Bakar
Ash Shidiq (37-107 H / 657-728 M)[12]
Al Qosim bin
Muhammad bin Abu Bakar Ash Shidiq merupakan salah satu dari fuqoha’ sab’ah Madinah,
yang paling mulia ilmunya, paling tajam kecerdasannya dan paling bagus sifat waranya
pada zamannya.
Beliau menimba
ilmu dari bibinya Aisyah dan menghadiri beberapa majlis Abu Hurairah, Abdulloh
bin Abas, Abdulloh bin Zubair, Abdulloh bin Ja’far dan sebagainya.[13]
Sebab Adanya Madrosah
Ahli Hadist
Banyaknya para sahabat yang hafal
hadist nabi di Madinah dan mereka memilih menetap di Madinah.
Sedikitnya permasalahan di Madinah.
Dekatnya para tabi’in dengan gurunya
dari kalangan sahabat yang berada di Madinah, lalu menjadikan mereka mengikuti
metode para sahabat yang lebih mengedepankan sunnah daripada pendapat sendiri.
Prinsip Madrosah
Ahli Hadist
Para fuqoha’ lebih
mendahulukan as-sunnah daripada ar-ro’yu dan tidak menggunakan ro’yu kecuali tidak adanya nash dalam
qu’an dan hadist.
Fuqoha’ sangat
berkomitmen dalam menjalankan nash-nash yang dhohir dan tidak melihat
illat sebuah hukum atau hikmah persyariatannya.
Para fuqoha’ tidak
menggunakan ro’yu dalam berpendapat, kecuali jika terdapat permasalahan
kehidupan yang mendesak dan dibutuhkan jawaban segera.[14]
Keistimewaan Ahli
Hadist
Bencinya mereka dengan
pertanyaan-pertanyaan yang banyak atau belum terjadi.
Berpedoman pada hadist dan astar
sahabat
Dalam menetapkan hukum menggambil atas
perbuatan yang telah terjadi bukan atas ketetapan yang belum terjadi.
Pengaruh Fuqoha’
Madinah Dalam FiqihMadrosah Ahli Hadist
Terjaga dan terkumpulnya sunnah
nabi.
Mengumpulkan pendapat para sahabat
dan tabi’in, fatwa dan ketetapan mereka. Menjaganya dengan cara membukukan dan
mempelajarinya.
Ahli hadist memiliki pengaruh besar
ketika mampu mengarahkan pandangan kaum muslimin terhadap sunnah dan atsar
yang diriwatkan oleh sahabat.
Telah mengkokohkan sunnah manhaj
ilmiyah bagi ilmu fiqih dan ilmu-ilmu yang lain.
2)
Ahli Makkah /
Madrosah Ahli Ro’yu
Yang dimaksud ahli
ro’yi adalah aliran ijtihad yang mempunyai pandangan bahwa islam merupakan
ketentuan yang mengacu kepada kemaslahatan kehidupan manusia. Ro’yu
disini bukan memahami secara akal tanpa aturan, menyelisihi nash dan
gegabah dalam mengambil hukum, akan tetapi dalam menggambil hukum terpengaruh
cara berfikir ulama Iraq yang mengikuti cara berfikir Umar bin Khattab dan
Abdulloh bin Mas’ud. Mereka cenderung dalam memberikan hukum menggunakan akal.
Munculnya
kelompok ini banyak terjadi di Iraq, khususnya Kuffah dan Basroh. Munculnya
aliran ini dipengaruhi oleh tiga faktor;
Terlalu condong kepada ulama mereka
yang pertama yaitu Abdulloh bin Mas’ud. Sedangkan Abdulloh bin Mas’ud dalam
metode ijtihad terpengaruhi oleh metode Umar bin Khattab yang menggunakan ro’yu.
Sedikit menerima hadist nabi
Sedikitnya menggunakan hadist.
Sehingga dari dua poin ini mendorong Mereka
untuk menggunakan ro’yu.[15]
Sahabat yang
pertama kali menggunakan ro’yu dalam memutuskan suatu perkara adalah;
Abdulloh bin Mas’ud dan Ali bin Abi thalib. Sedangkan fuqoha’ yang
menyebarkan madrosah ahli ro’yi adalah; Alqomah bin Qois bin Abdulloh, Al
Aswad An Nakho’i, Masruq bin Al Ajda’ bin Malik dan Asy Sya’bi.
Penulis
paparkan beberapa biografi fuqoha Makkah:
Alqomah An Nakho’i (wafat 62 H /
681 M)[16]
Nama beliau adalah ‘Alqomah bin
Qoisy bin Abdulloh bin Malik bin AlQomah An Nakho’i Al Kufi. Beliau lahir pada
saat Rosululloh Shallawahu’Alaihi wa Salam masih hidup. Meriwayatkan
hadist dari para sahabat,
Beliau belajar al Qur’an dari Ibnu
Mas’ud, mendengar dari Ali bin Abi Talib, Umar bin Khattab, Abu Darda dan
Aisyah. Sehingga Alqomah memiliki bacaan yang bagus ketika membaca al Qur’an.
Masruq bin Al Ajda (wafat 62 / 63
H)[17]
Beliau
termasuk kalangan tabi’in. Beliau berguru kepada ulama dari kalangan sahabat Abdulloh bin Mas’ud,
Ali bin Abi Thalib, Aisyah binti Abu Bakar. Beliau terkenal dengan
kezuhudannya, kewara’an dan keserhanaan. Selain itu beliau juga terkenal
ahli ibadah dan memiliki rasa takut yang tinggi kepada Allah Subhanallahu wa
Ta’ala.
Abu Bakar Al Khatib
berkata: “ Ada yang mengatakan, sewaktu kecil beliau pernah diculik dan
ditemukan kembali, kemudian beliau diberi nama Masruq (yang dicuri), kemudian
ayahnya Al Ajda’ masuk Islam.”[18]
Dalam menuntut
ilmu beliau pergi ke syam dan Kuffah. Masruq berguru langsung dengan para
sahabat.
Asy Sa’bi (19- 103 H / 640-721 M)[19]
Nama
lengkapnya Amir bin Syarahil bin ‘Abd bin Dzi Kibar Asy- Sya’bi Al Humairi,
biasa dipanggil Abu Amr. Namanya dinisbatkan kepada Sya’ab, nama sebuah kabilah
di Hamadan.
Beliau sosok
tabi’in yang terkenal kuat ingatannya dan termasuk salah satu seorang pakar Al
Qur’an dan salah satu seorang perowi hadist yang tsiqoh.
Beliau
meriwayatkan hadist dari Sa’ad bin Abi Waqqash, Sa’id bin Zaid, Ibnu Abbas,
Alqomah dan lainnya[20]
Sebab
Munculnya Madrosah Ahli Ro’yi
Abdulloh bin
Mas’ud lama menetap di Kuffah, sehingga banyaknya orang yang berguru kepada
beliau.
Perbedaan
geografis antara kota Irak dan Hijaz karena faktor peradaban yang ada di Irak
dan keserhanaan yang ada di kota Madinah.
Sedikitnya
hadist yang sampai kepada mereka.
Prinsip Madrosah
Ahli Ro’yi
Selektif dalam
menerima hadist ahad.
Menggunakan ro’yu
tidak hanya pada perkara yang sudah terjadi, akan tetapi digunakan untuk
perkara yang belum terjadi atau andaian.
Pengaruh Madrasah
Ahli Ro’yi
Para ulama
ahli ro’yi mengumpul hadist yang mereka dengar daripara sahabat.
Para ulama
ahli ro’yi berhasil mengeluarkan illa-illat hukum dan hikmahnya, termasuk
kaidah umum syari’at, baik dari Al-Qur’an maupun hadist.
Para ulama
ahli ro’yi berhasil menghalangi para perowi hadist palsu untuk meriwayatkan
hadist palsu, karena adanya syarat yang
ketat dalam meriwayatkan hadist.[21]
Keistimewaan Madrosah
Ahli Ro’yi
Banyaknya
cabang hukum untuk menjaawab peristiwa-peristiwa baru.
Sedikitnya
hadist, karna pada waktu itu banyak hadist-hadist palsu.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Segala puji bagi Allah yang telah memberikan
kepada hamba-Nya suatu kecerdasan yang dimiliki oleh setiap individu. Begitu
juga dengan diutusnya penutup pembawa risalah-Nya, nabi Muhammad Shallawahu’Alaihi
wa Salam yang telah memberikan pengetahuan, kabar gembira dan peringatan
bagi umatnya.
Tidak
diragukan atas kebenaran yang dibawa oleh Rasululloh Shallawahu’Alahi wa Salam,
karna beliau mendapatkan ilmu itu dari wahyu Allah.
Salah satu
ilmu itu adalah ilmu fiqih. Dalam setiap zaman, fiqih selalu ada perkembangan
bahkan hingga sekarang ini, oleh karena itu pada setiap zaman pasti ada seorang
fuqoha yang berijtihad.
Dalam berhukum
atau menyelesakan permasahan seorang fuqoha berbeda metode, ada yang
menggunakan ro’yu dan ada yang menggunakan hadist. Tidak ada permasalahan dalam
hai ini.
Fuqoha Madinah condong untuk menggunakan
hadist dari pada ro’yu , salah sebabnya karna kebanyakan dari ahli Madinah
banyak yang hafal hadist, sedangkan fuqoha’ Makkah lebih condong menggunakan
ro’yu karna sedikitnya menerima hadist dari kalangan mereka.
Salah satu dari fuqoha Madinah adalah Sa’id bin Al
Musayyab, sedangkan dari fuqoha Makkah adalah ‘Alqomah An Nakho’i.
Penulis
simpulkan bahwa pengaruh fuqoha’ Madinah terhadap perkembangan fiqih
adalah menjaga kesucian hadist nabi sebagai sumber hukum atau untuk
menyelesaikan permasalahan yang terjadi. Sedangkan pengaruhnya bagi fuqoha’
Makkah adalah memiliki jasa yang besar, karna terkadang permasalahan memamg
membutuhkan logika. Tidak semuanya tertuju pada nash-nash yang ada,
namun juga membutuhkan contoh-contoh yang perlu dengan logika. Begitu juga
ketika menafsirkan nash-nash yang ada. Wallahu A’lam bi Showab.
Penutup
Demikian
makalah ini penulis buat. Rasa syukur
penulis haturkan kepada Allah Subhanallahu wa Ta’ala atas
selesainya makalah ini dan kemudahan yang diberikan-Nya, walaupun dalam menulis
makalah ini penulis juga mendapatkan beberapa rintangan.
Sekali lagi,
penulis sangat menyadari banyaknya kesalahan dalam membuat makalah ini, oleh
karna itu penulis berharap kritik dan saran dari para pembaca.
Tidak ada
tulisan yang sempurna karena manusia tempatnya salah, sedangkan jika ada
kebenaran dalam makalah ini semata-mata hanya karna Allah Subhanllahu wa
Ta’ala.
DAFTAR PUSTAKA
Al Qur’an
Dr. ‘Abdulloh bin Muhammad Alu
syaikh, Tafsir Ibnu Katsir, pent. Pustaka Imam Asy Syafi’i, cetakan ke 1, jilid
09, hal 446.
Dr. Nashir bin Aqil bin Ath
Thorafi, Tarikh Fiqih Islam, pent. Maktabah At- Taubah, cetakan ke 1.
Syaikh Abdul Mun’im Al- Hasyimi,
Kisah Para Thabi’in, pent. Umul Qura, cetakan ke 1.
Syaikh Muhammad Sa’id Mursi,
Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah, pent. Pustaka Al Kautsar, cetakan ke
1.
https://biografi-tokoh-ternama.blogspot.co.id/2014/09/al-qosim-bin-muhammad-bin-abu-bakar-ash-shidiq.html,
diambil pada jum’at, 17 November 2017,
pukul 07.54.
hhps://mba4yunanakeabiumi.blogspot.co.id.sejarah-perkembangan-fiqih.html,
diambil pada hari minggu, 13 November 2017, pukul 06.05.
https://dionhi78.blogspot.co.id/2014/12/pengaruh-ahlu-hadist-dan-ahlu-ro’yu.html,
diambil pada jum’at, 17 November 2017, pukul 09.63.
httpl://qnet8899.blogspot.co.id/2017/01/makalah-ahlu-hadist,html,
diambil pada senin, 20 November 2017, pukul 08.30.
[1]
dr. Nashir bin ‘Aqil Ath Thorifi Tarikh Fiqih Islami, cetakan ke 2, hal 23
[2]
Syaikh Abdul Mun’im Al Hasyimi, Kisah Para Tabi’in, cetakan 1, hal 30-31
[3]
Q.S Al Hasyr : 07
[4]
Dr. ‘Abdulloh bin Muhammad Alu Syakh, Tafsir Ibnu Katsir, jilid 09, hal 448
[5]
https://mba4yunanakeabiumi,blogspot.co.id/2015/05/sejarah-perkembangan-fiqih-islam.httl
[6]Syaikh
Abdul Mun’im Al Hasyimi, Kisah Para Thabi’in, cetakan ke 2, hal 39-40
[7]
dr.Nashir bin ‘aqil AthTharafi,Tarikh Fiqih Islam, cetakan ke 2, hal 79-80
[8]
Idem, hal 80
[9]
Idem, hal 81
[10]
, Syaikh Muhammad Sa’id Mursi, Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah, cetakan
ke 1,hal 161
[11]
Idem, hal 162
[12]
Idem, hal 81
[13]
https://biografi-tokoh-ternama.blogspot.co.id/2014/09/al-qosim-bin-muhammad-bin-abu-bakar-ash-shidiq.html
[14]
https://dionhi78.blogspot.co.id/2014/12/pengaruh-ahlu-hadist-dan-ahlu-ro’yu.html
[15]
Httpl://qnet8899.blogspot.co.id/2017/01/makalah-ahlu-hadist,html
[16]
Dr. Nashir ‘Aqil Ath Tharafi Tarikh Fiqih Islam, cetakan ke 2, hal 84
[17]
Idem, hal 86
[18]
Idem, hal 86
[19]
Idem, hal 87
[20]
Syaikh Muhammad Sa’id Mursi ,Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepamjang Sejarah, cetakan
ke 1, hal 192-193