Biografi Ibnu
Taimiyah
Makalah Ini di buat Guna Memenuhi Tugas
Akademik Madkhol Lid Dirosatil Fiqh
Diampu Oleh:
Ustadz Ja’far
Disusun Oleh:
Hurin’In
Himmatul Husnayain
NIM: 017-012-0266
MA’HAD ALY LIDDIROSAH
AL ISLAMIYAH
HIDAYATURRAHMAN
PILANG MASARAN
SRAGEN
2018
PENDAHULUAN
Segala puji bagi Allah Robb Semesta Alam.
Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada putra suku
Quraisy, Nabi Muhammad shalawallu’alaihi wa salam. Beliau dengan
mengemban amanah dari Allah untuk menyebarkan agama yang benar yakni agama
Islam. Hingga tersebar ajaran yang beliau bawa ke penjuru dunia. Bukan hal yang
mudah untuk berda’wah dan menegakkan kebenaran, berbagai rintangan pasti
didapat. Kesabaran dan keyakinan yang membuat seseorang mampu bertahan walau
badai menghantam.
Dari awal tersebarnya syari’at islam hingga sekarang pasti tidak
akan luput dari suatu rintangan, baik berupa penolakan, cacian, siksaan dan
lain sebaginya. Baik di zaman Nabi dan para sahabatnya, thabi’in,
thabiut thabi’in hingga kita sebagai da’i dan da’iyah pasti
merasakan.
Namun bagi orang yang ikhlas karna Allah, semuanya tidak membuatnya
getir dan goyah.
Pengalaman ini juga dirasakan salah satu ulama kita “Ibnu Taimiyah”
ulama yang muncul pada masa ashru hadhir, beliau juga merasakan apa yang
dirasakan oleh ulama sebelum beliau. Namun beliau mampu bersabar dan berbuahkan
hasil yang bisa dinikmati oleh semua orang.
Beliau merupakan seorang ulama yang sangat bersungguh dalam
menuntut ilmu, hingga ketika harus menyampaikan ilmunya atau menyampaikan
kebenaran di depan masyarakat, pemerintah, pemimpin dan lain sebagainya, banyak
terjadi penolakan dari mereka, namun perkara ini tidak membuat beliau merasa
takut. Walaupun beliau harus di penjara hingga puluhan tahun, diasingkan dan
berbagai hal yang membuatnya tidak nyaman.
Sekalipun dalam keadaan di dalam penjara masih banyak orang yang
meminta fatwa darinya, ilmu beliau masih mengalir dan dibutuhkan masyarakat.
Hingga akhirnya ia menjemput ajalnya di dalam penjara.
Tidak diragukan lagi kecerdasan beliau di dalam memahami berbagai ilmu.
Semoga kita dapat menjadi sosok yang terus kehausan dengan ilmu
yang kita miliki, kita bisa menjadi sosok yang miskin akan ilmu yang kita
dapatkan.
Teruslah melangkah ke depan dan berusaha dengan sungguh-sungguh
dalam menuntut ilmu.
Sekian muqodimah dari penulis, semoga pembaca bisa memahami,
dan semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi pembaca. Amiin...
Penulis
Hurin In Himmatul Husnayain
Pembahasan
A.
Nasab Ibnu Taimiyah
Penulis paparkan dua rujukan
mengenai nasab Ibnu Taimiyah.
Nama beliau
adalah Taqiyuddin Abu Al Abbas Ahmad bin Syihabuddin Abi Al Muhasin Abdul Halim
bin Majduddin Abi Barkaat Abdussalam bin Abi Muhammad Abdillah bin Abi Qosim Al
Khudhr bin Ali bin Abdillah.[1]
Nama beliau Ahmad bin Abdul Halim bin Abdusalam bin Abdullah bin
Abi Qosim bin Muhammad Ibnu Taimiyah, Taqiyudin Abu Al Abas Al Munir. Dilahirkan
pada hari senin, 10 Robi’ul Awwal 661 H.[2]
Beliau merupakan keturunan bangsa Arab asli, yang berasal dari Bani
Namiir, dan beliau dinasabkan ke daerah Haraan, tempat kelahirannya.
Pemberian nama Taimiyah menurut Ibnu Al Mutawaffi dalam kitab Tarikh
Irbil, karna pada saat ibu Taimiyah hamil ayahnya melakukan perjalanan. Dan
ketika sampai di Taima’, ayahnya melihat perempuan hamil yang keluar dari
persembunyiannya. Setelah pulang ke desanya, Haraan ia mendapati istrinya telah
melahirkan. Setelah bayinya diberikan kepadanya, ia berkata, “Wahai Taimiyah,
wahai Taimiyah!” Maksudnya, istrinya menyerupai perempuan yang dilihat di Taima’.
Oleh karna itu bayi tersebut diberi nama Taimiyah.
Sedangkan menurut Ibnu Nashiruddin Ad Dimasyqi dalam kitab At
Tibyan beliau berkata, “Sesungguhnya ibu Muhammad bin Al Khadr (kakeknya)
adalah seorang peceramah, namanya Taimiyah. Dari sini nama Ibnu Taimiyah
dinisbatkan.”[3]
B.
Kepribadian
Ibnu Taimiyah
Asy Syaukani
mengatakan, “Adz Dzahabi berkata,”Ibnu Taimiyah adalah sosok yang berkulit
putih, rambut dan jenggot hitam, dan sedikit uban. Rambutnya memanjang sampai
ke daun telinganya, sementara kedua matanya seolah lisan yang berbicara,
panjang pundaknya, keras suaranya, fasih bicaranya, cepat bacaanya, tinggi
emosinya, namun emosi yang tinggi dikalahkan oleh sifat belas kasihannya.”[4]
Beliau orang
yang tidak ada bandingannya, dermawan, mulia, beliau lebih mementingkan
kebutuhan orang lain daripada dirinya, baik dalam makanan, minuman, pakaian dan
selainnya. Beliau orang yang sering beribadah dan membaca al Qur’an, wara’,
zuhud, sabar, jujur, amanah, sabar, pemaaf, pemberani, cerdas, selalu beramar
ma’ruf nahi mungkar, rendah hati dalam penampilan, pakaian dan pergaulan dengan
orang lain, disegani oleh setiap kalangan, dan sifat terpuji lainnya.
Malam-malamnya
digunakan untuk beribadah kepada Allah dan membaca Al Qur’an dengan tawadhu’
dan khusyu’.
Setelah sholat
subuh, tidak ada yang mengajak beliau berbicara kecuali hal yang penting,
beliau gunakan waktunya untuk berdzikir kepada Allah. Hal ini beliau lakukan
sampai matahari terbit hingga hilangnya larangan mengerjakan sholat setelah
subuh.
Beliau
memandang hina dunia ini, kehidupan yang fana ini, karna beliau serahkan
urusannya kepada Allah, mempersiapkan diri untuk berbekal di hari akhir kelak,
mengosongkan hati dari syahwat, hati dan jiwanya dipenuhi kecintaan kepada
Allah dan Rosul-Nya.
C.
Perjalanan
Menuntut Ilmu
Ibnu Taimiyah
tumbuh dalam keluarga yang diberkahi dan penuh rahmat. Kakeknya, Majdudin Abu Al
Barakat adalah guru besar madzhab Hambali dan ayahnya, Syihabudin Abdul Halim
juga termasuk ulama besar pada masa itu.
Sejak kecil
beliau sudah belajar tentang ilmu agama, seperti hadist, fiqih, aqidah dan
tafsir, sudah hafal al Qur’an. Selain itu beliau juga orang yang cerdas dan
kuat hafalannya, sehingga untuk menguasai ilmu-ilmu tersebut tidak membutuhkan
waktu yang lama.
Ibnu Taimiyah menuntut
ilmu di negerinya, Haraan hingga berusia tujuh tahun, dan dilanjutkan
perjalanan menuntut ilmunya ke Damasyqus. Salah satu penyebabnya adalah negaranya
berada dibawah kekusaan penjajah At Tatar, mereka membunuh para rakyat, menghancurkan
rumah-rumah mereka dan melakukan kekejian yang lain. Pada tahun 667 H beliau
dan keluarganya pergi ke Damasqus. Mereka melakukan perjalanan dengan
menggunakan gerobak, dan dilakukan pada malam hari tanpa membawa bekal apapun
kecuali beberapa kitab yang mereka miliki.
Kemudian di
Damasqus ayahnya bertemu dengan para ulama. Pada saat pergi ke Damasqus, Ibnu
Taimiyah masih kecil, akan tetapi beliau mampu untuk diarahkan menghafal Al
Qur’an dan disibukkan dengan menghafal kitab hadist, fiqih, lughoh, mahir di
dalm ilmu nahwu, ushul fiqih, dan tafsir. Hal ini yang membuat Ibnu Taimiyah
kecil dikenal kecerdasannya, kemuliaaanya, cepat menghafal dan memahami ilmu
dari berbagai penjuru dunia.[5]
Kitab hadist
yang pertama kali Ibnu Taimiyah hafal adalah kitab Al Jami’ baina Shohihaini
karya Al Hamidii. Hingga beliau mampu memperdalam ilmu-ilmu yang terkandung
didalamnya.
Sejak berumur
tujuhbelas tahun Ibnu Taimiyah sudah terlihat dengan keahliannya dalam berfatwa
dan mengajar, dan pada saat ini juga beliau telah diamanahi oleh gurunya,
Syamsuddin Al Maqdisi untuk berfatwa.
Diusianya yang
masih muda, duapuluh satu tahun beliau sudah mampu untuk berfatwa dan
mengajarkan ilmu. Hal itu beliau lakukan karena mengantikan posisi ayahnya yang
telah meninggal dunia, beliau meneruskan perjuangan da’wah ayahnya yang
cenderung bermadzha Hambali.
Keilmuan dan
keutamaan yang ia miliki terus meningkat sehingga ia menjadi ulama Syaikh Islam
dan pemuka ulama yang disanjung.
Diriwatkan
oleh Al Bazzar, bahwa dalam perjalanan menuntut ilmu, kemampuan Ibnu Taimiyah
telah membuat banyak orang terkesima. Tidak terkecuali seorang Yahudi, orang
Yahudi tersebut selalu menghadang beliau setip kali hendak menuju ke tempat
belajarnya. Orang Yahudi itu benar-benar mengetahui kecerdasan Ibnu Taimiyah
dan mengagumi kecerdasan beliau. Setiap orang Yahudi bertemu Ibnu Taimiyah,
orang Yahudi itu menyodorkan sejumlah pertanyaan dan selalu dijawab dengan
tepat oleh Ibnu Taimiyah. Hal ini digunakan Ibnu Taimiyah untuk menda’wahinya,
sehingga orang Yahudi pun masuk Islam.[6]
Dikisahkan
pula bahwa suatu hari, ayahnya, saudaranya dan sejumlah saudaranya mengajak
beliau untuk bertamasya dan bersenang-senang. Namun, beliau lari bersembunyi
dari mereka agar tidak ikut. Setelah keluarganya kembali pada sore hari, mereka
mencelanya karna beliau tidak ikut dalam tamasya tersebebut dan keterasingannya
dalam rumah sendirian. Maka, Ibnu Taimiyah mengatakan kepada mereka, “ Kalian
tidak mendapatkan tambahan apa-apa, sementara aku dalam waktu kepergian kalian
telah menghafal satu jilid ini.” Kitab yang beliu maksud adalah Jannah An
Nazhir wa Junnah Al Manazhir.
Segala
rintangan yang menghadapinya tidak membuat Ibnu Taimiyah berputus asa dalam
menuntut ilmu, baik ketika beliau sakit, dicaci maki orang, difitnah,
diasingkan bahkan ketika beliau dipenjara, semuanya sama sekali tidak
membuatnya berputus asa, bahkan membuatnya semakin rajin dan bersemangat.
D.
Guru-Gurunya
Ibnu Taimiyah
telah belajar dengan sungguh-sungguh dan giat kepada 200 guru, termasuk juga
guru beliu adalah ayahnya, Syihabuddin Abdul Halim bin Abdissalam.
Allah telah
memberikan kepadanya akal yang sangat genius dan hati yang bersih dan suci.
Akan penulis
sebutkan beberapa guru beliau, diantaranya:
1.
Zainuddin Abu Al Abbas Ahmad bin
Abduddaim.
2.
Taqiyuddin Abu Abu Muhammad Ismail
bin Ibrahim bin Abi Al Yusr At Tanukhi.
3.
Aminuddin Abu Muhammad Al Qosim bin
Abi Bakr bin Qosim bin Ghanimah Al Arbali.
4.
Al Ghana’im Al Muslim bin Muhammad
bin Makki Ad Dimasyqi.
5.
Syihabuddin Abdul Halim bin
Abdisalam bin Taimiyah.
6.
Syamsudin Abu Muhammad Abdurrahim
bin Abi Umar Muhammad bin Ahmad bin Ahmad bin Qudamah Al Maqdisi.
7.
Afifuddin Abu Muhammad Abdurrahim bin Muhammad bin Muhammad
bin Ahmad Al Alasti Al Hambali.
8.
Fakhruddin Abu Hasan Ali bin Ahmad
bin Abdil Wahid bin Ahmad Al Bukhori.
9.
Majduddin Abu Abdillah Muhammad bin
Ismail bin Utsman bin Al Mudzaffar bin Hibatulloh bin Asakir Ad Dimasyqi.
10.
Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad
bin Abdil Qowi bin Badran bin Abdillah Al Mardawi Al Maqdisi.
E.
Murid-Muridnya
Diantaranya:
1.
Syarafuddin Abu Abdillah Muhammad
Al Manja bin Utsman bin Asad bin Al Manja At Tanukhi Ad Dimasyqi.
2.
Jamaluddin Abu Al Hajjaj Yusuf bin
Az Zakki Abdurahman bin Yusuf bin Ai Al Mizzi.
3.
Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad
bin Ahmad bin Abdil Hadi.
4.
Syamsuddin Abillah Muhammad bin
Ahmad bin Utsman bin Qaimaz bin Abdillah Ad Dimasyqi Adz Dzahabi.
5.
Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad
bin Abi Bakr bin Ayyub.
6.
Shalaluddin Abu Said Khalil bin Al
Amir Syaifudin Kaikaladi Al Alai Ad Dimasyqi.
7.
Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad
bin Muflih bin Muhammad bin Mufarraj Al Maqdisi.
8.
Syarafuddin Abu Al Abbas Ahmad bin Al
Hasan bin Abdillah bin Abi Umar bin Muhmmad bin Abi Qudamah.
9.
Imaduddin Abu Al Fida’ ismail bin
Umar bin Katsir Al Bashari Al Qurasyi Ad Dimasyqi.
10.
Taqiyuddin Abu Al Ma’ali Muhammad
bin Rofi’ bin Hajras bin Muhammad Ash Shamidi As Silmi.
F.
Karya-Karya
Ilmiahnya
Beliau memiliki kitab yang sangat
banyak, namun penulis hanya menyebutkan beberapa saja, diantarannya:
1.
Majmu’ Al Fatawa
2.
Al Fatawa Al Kubra.
3.
Dar’u Ta’arudh Al Aql wa Al Naql.
4.
Minhaj As Sunnah An Nabawiyyah.
5.
Iqtidha’ Ash Shirat Al Mustaqim
Mukholafah Ashaab Al Jahim.
6.
Ash Shorim Al Mashyur ‘ala Syatim
Ar Rasul Shalawallohu’Alaihi wa Salam.
7.
Ash Shafadiyah
8.
Al Istiqomah
9.
Al Furqon bain Auliya’ Ar Rahman wa
Aulaiya’ Asy Syaithon.
10.
Al Jawab Ash Shohih Liman Baddala
Din Al Masih.
11.
As Siyasah As Syar’iyah li Arra’i wa Ar
Ra’iyyah.
12.
Al Fatwa Al Hamawiyyah.
13.
At Tuhfah Al ‘Iraqiyyah fi Al A’Mal Al
Qolbiyyah
14.
Naqdh Al Manthiq.
15.
Amradh Al Qulub wa Shifa’uha.
16.
Qa’idah Jalilah fi At Tawassul wa
Al Washilah.
17.
Al Hasanah wa As Sayyidah.
18.
Muqoddimah fi ‘Ilm At Tafsir.
G.
Wafat Ibnu Taimiyah
Ibnu Taimiyah
wafat dalam penjara sebagai tahanan di Al Qal’ah di Damasyqus. Beliau wafat
pada malam Senin, 20 Dzulqo’dah 728 H.[7]
Informasi
mengenai meninggal beliau disampaikan oleh muadzin masjid benteng Damasyqus di
atas menaranya. Para polisi penjaga juga berteriak memberitahukan meninggalnya
dari atas gedung-gedung.
Keesokan
harinya orang-orang berdatangan untuk menjenguknya dan duduk disamping Ibnu
Taimiyah. Mereka menangis dan memuji beliau.
Ibnu Katsir
berkata : “ Saya ikut hadir disana bersama syaikh kami Al Hafidz Abu Al Hajjaj
Al Mizzia. Aku buku wajah jenazah lalu aku buka dan menciumnya. Di kepalanya
terdapat surban yang wangi baunya. Kepalanya telah dipenuhi uban lebih banyak
yang aku lihat sebelumnya.”
Lalu
saudaranya, Zaenuddin Abdurrahman memberitahukan kepada orang-orang yang hadir
disitu bahwa di dan Ibnu Taimiyah telah menghatamkan Al Qur’an sebanyak delapan
puluh kali sejak masuk benteng atau penjara.
Dan dua orang
shaleh, Abdulloh bin Al Muhib dan Abdulloh Az Zar’i Adh Dhariri, membacakan
surat Ar Rahman kepada Ibnu Taimiyah.
Kemudian
dilanjutkan dengan memandikan jenazah. Salah satu yang memandikan Ibnu Taimiyah
adalah Al Hafidz Al Mizzi.
Mereka
berjalan menggiring jenazah dan dibawa ke masjid Jami’ Al ‘Umawi.
Manusia yang
berada di situ tidak terhitung lagi jumlahnya karna banyaknya sekelompok
manusia yang hadir pada saat itu.[8]
Semoga Allah
mengampuni dosa dan kesalahan beliau dan menempatkannya didalam surga yang
tertinggi.
II.
PENGARUH DAN PERJUANGANNYA DALAM
FIQIH
A.
Madzhab Ibnu Taimiyah
Adapun madzhab fiqih beliau adalah Hambali, beliau termasuk dari Ahlus
Sunnah wal Jama’ah. Namun ada yang berpendapat madzhab Ibnu Taimiyah dalam
segi aqidah adalah Al Asy’ariyah.
B.
Peran Ibnu
Taimiyah dalam Fiqih
Beliau dijadikan sebagai pusat rujukan fuqoha’, rujukan
ulama, dan termasuk ulama yang keras dalam berfatwa, perkataannya, kitabnya,
dan karya-karya termasuk juga sangat banyak. Hal ini yang menjadikan Ibnu
Taimiyah mencapai derajat untuk berijtihad, bahkan derajatnya mencapai ijtihad
yang bersifat umum dan terbuka dari berbagai masalah dan persoalan masyarakat.
Ibnu Hadi mengatakan, “ Syaikh Ibnu Taimiyah mempunyai karya
tulis,fatwa, kaidah, jawaban, risalah dan lain-lain yang tidak terhitung
jumlahnya. Aku tidak mengetahui ulama yang terdahulu maupun yang terakhir menggumpulkan
kitab sebagaimana beliau kumpulkan, mengarang seperti apa yang beliau karang,
bahkan mendekatinya pun tidak. Padahal karya-karyanya beliau tulis lansung
dengan mengandalkan hafalannya dan ketika beliau berada di penjara, sementara
dalam penjara tidak ada kitab-kitab yang beliu gunakan untuk referensi.”[9]
Begitu besar peran Ibnu Taimiyah didalam fiqih.
C.
Keistimewaan
Ibnu Taimiyah dalam Fiqih:
1.
Menjelaskan permasalahan fiqih dan
menetapkannya dalam madzhab Hambali.
2. Luasnya pengetahuan beliau dalam
permasalahan khilaf diantara madzhahib dan perkataan madzhahib.
3. Banyaknya istidlal yang
beliau gunakan berdasarkan pada Al Qur’an dan Al Hadist.
4. Dapat menerapkan dan menggunakan
dengan baik ilmu ushul fiqih dalam istidlalnya.
5.
Luasnya cara pandang beliau dalam
menguatkan asal permasalahan.
6.
Penjelasan dan istidlal yang
digunakan diterapakan pada maqoshid as syar’iyah.
7.
Menjelaskan dengan qowaid al
fiqhiyah.[10]
PENUTUP
Alhamdulillah......, akhirnya
selesai juga pembahasan biografi Ibnu Taimiyah.
Berbagai rintangan dapat dihantam
dengan berbagai usaha yang penulis curahkan untuk menghasilkan karya yang baik,
Insya Allah.
Semoga pembaca dapat menggambil
setiap hikmah yang terkandung dalam makalah ini.
Penulis menyimpulkan bahwa :
a.
Nama Ibnu Taimiyah adalah
Taqiyuddin Abu Al Abbas Ahmad bin Syihabuddin Abi Al Muhasin Abdul Halim bin
Majduddin Abi Barkaat Abdussalam bin Abi Muhammad Abdillah bin Abi Qosim Al
Khudhr bin Ali bin Abdillah.
b.
Beliau di lahirkan di Haraan, 10
Robi’ul Awwal 661 H.
c.
Beliau sosok yang memiliki
kepribadian yang baik dan mulia, yang membuat orang terkagum kepadanya.
d.
Semangat yang tinggi dalam menuntut
ilmu, tak kenal lelah dan tak pantang menyerah, walaupun banyaknya ujian atau
rintangan yang dihadapinya.
e.
Memiliki guru dan murid yang sangat
banyak.
f.
Mampu untuk berfatwa sejak beliau
kecil, sehingga mempengaruhinya dalam masalah fiqih, yang tidak ada orang yang
mampu menandinginya pada masanya.
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad bin Ali Adhabi’i, Bahaya Mengekor Non Muslim, pent. Media Hidayah, cet. 1
Syaikh Ahmad
Farid, 60 Biografi Ulama Salaf, pent. Pustaka Al Kautsar, cet. 01
Taqiyuddin
Ahmad bin Taimiyah Al Haraani, Majmu’ Fatawa,pent. Darul Hadist, juz 1
http://ismailibnuisa.blogspot.co.id/2014/02/syaikhul-islam-ibnu-taimiyah.html,
diakses pada Minggu, 29 April 2018, pukul 08.11
https://www.kutub-pdf.com/author/24.html , PDF Kitab Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah, diakses pada Minggu, 29 April 2018, pukul 14.39
[2]
https://www.kutub-pdf.com/author/24.html , PDF Kitab Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, diakses
pada Minggu, 29 April 2018, pukul 14.39.
[5]
https://www.kutub-pdf.com/author/24.html , PDF Syaikhu Islam Ibnu Taimiyah, diakses
pada Minggu, 29 April 2018, pukul 14.39.
[6]
http://ismailibnuisa.blogspot.co.id/2014/02/syaikhul-islam-ibnu-taimiyah.html,
diakses pada Minggu, 29 April 2018, pukul 08.11.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar