Kamis, 07 Februari 2019

Iddah Bagi Perempuan yang Mengajukan Khulu’




Pendapat ulama berbeda mengenai iddah bagi perempuan yang mengajukan khulu’, diantaranya:


1.      Iddahnya sama seperti iddah perempuan yang tertalak (tiga quru’)


Pendapat ini menurut jumhur, kalangan madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali.


Dalil yang mereka gunakan adalah:

a.       Khulu’ adalah talak, maka wanita yang mengajukan khulu’ masuk dalam cangkupan keumuman firman Allah,

“Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’.” (Q.S. Al Baqarah: 228)

b.      Khulu’ adalah penceraian setelah persenggamaan, sehingga iddahnya sama seperti perceraian lainnya (tiga quru’).

c.       Hadist yang diriwayatkan dari Nafi’ dari Ibnu Umar, ia berkata, “Iddahnya (wanita yang mengajukan cerai) sama dengan iddah wanita tertalak.”


2.      Iddahnya satu kali haid


Ini adalah pendapat Utsman bin Affan, Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Ahmad dalam satu riwayat, Ishaq, Mudzir serta pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.

Dalil yang mereka gunakan adalah:

a.       Hadist Ar Rubayyi binti Mu’awwidz, tuturnya: “Aku menggugat cerai suamiku, kemudian aku datang menghadap Utsman dan bertanya kepadanya, “Apakah saya harus menjalani iddah?” Ia menjawab, “Tidak ada keawjiban iddah atas kamu kecuali kamu baru menikah (melakukan hubungan intim dengannya). Tinggallah sementara waktu (bersamanya) sampai kamu menjalani haid satu kali.” Utsman menambahkan, “Dalam hal ini aku mengikuti keputusan Rasulullah terhadap Maryam Al Mughaliyah yang menjadi istri Tsabit bin Qais bin Syammas, lalu ia menggungatnya cerai.”

b.      Ia diperkuatkan dengan hadist Ibnu Abbas, bahwa istri Tsabit bin Qais menggungat cerai, lalu Nabi Muhammad Shallallahu’Alaihi Wa Salam menetapkan iddahnya selama satu kali haid.

c.       Diriwatkan dari Ar Rubayyi’ binti Mu’awwidz bahwa Tsabit bin Qais bin Syammas memukuli istrinya hingga melukai tangannya. Ia bernama Jamilah binti Abdulloh bin Ubay. Saudara laki-laki Jamilah pun datang mengadu kepada Rasulullah Shallallahu’Alaihi Wa Salam (mendapat laporan tersebut), Rasulullah Shallallahu’Alaihi Wa Salam segera mengutus orang untuk memanggil Tsabit (agar menghadap) dan bersabda kepadanya,

“Ambillah apa yang dia berikan kepadamu dan menyingkirlah dari jalannya.”

Ia menjawab, “Baik.” Rasulullah Shallallahu’Alaihi Wa Salam pun memerintahkannya untuk menunggu satu kali haid, lalu kembali kepada keluarga (orang tua).”

d.      Disebutkan pula dalam kisah Ar Rubayyi’ binti Mu’awwidz diatas, bahwa Utsman menfatwakan kepadanya untuk menjalani masa iddah sekali haid dan fatwa ini diamini oleh Ibnu Umar.

e.       Pendapat yang menyatakan bahwa iddah satu kali haid bagi perempuan yang mengajukan khulu’ merupakan tuntutan kaidah-kaidah syari’at, sebab iddah tiga qiru’ bagi perempuan yang tertalak digariskan agar masa rujuk berlangsung lama, sehingga suami bisa pikir-pikir dan bisa merujuknya kembali dalam masa iddah. Adapun jika sudah tidak ada lagi kesempatan rujuk kepadanya, maka tujuan dari diberlakukannya iddah adalah sekedar membuktikan kesucian rahimnya dari kehamilan. Dan hal ini cukup dibuktikan dengan satu kali haid sebagai bentuk istibra’. Mereka mengatakan, hal ini menurut kami tidak batal dengan tertalak tiga, sebab pintu talak menjadikan hukum iddah di dalamnya sama saja, baik ba’in maupun roj’i.


     Pendapat Yang Rojih:


   Pendapat yang rojih adalah pendapat yang kedua, yang menyatakan bahwa iddah bagi perempuan yang mengajukan khulu’ adalah satu kali haid. Karena banyaknya dalil yang mendukung pendapat mereka, dari hadist-hadist marfu’ hingga perkataan dan atsar sahabat. Wallahu a’lam.[1]








[1] Abu Malik Kamal bin As Sayyid Salim, “Shahih Fiqih Sunnah”, pent. Pustaka Azzam (Anggota IKAPI DKI Jakarta), jilid 03.

Tidak ada komentar:

Kawan..., silahkan tinggalkan pesan...

Nama

Email *

Pesan *